regulasi pangan untuk mbg

Regulasi Pangan untuk MBG Jaga Keamanan Makanan

Regulasi pangan untuk MBG menjadi fondasi hukum yang memperkuat tata kelola Program Makan Bergizi Gratis setelah ditetapkannya Peraturan Presiden Nomor 115 Tahun 2025. Oleh karena itu, Perpres ini dirancang sebagai respons terhadap kasus keracunan massal yang telah menimpa ribuan penerima manfaat di berbagai daerah.

Dengan demikian, kerangka regulasi komprehensif ini mengatur seluruh aspek mulai dari pengadaan bahan baku, operasional dapur, hingga distribusi makanan untuk menjamin keamanan pangan secara nasional.

Perpres 115/2025 Sebagai Payung Hukum Regulasi Pangan untuk MBG

Pada 17 November 2025, Presiden Prabowo menetapkan Perpres yang mengatur regulasi pangan untuk MBG, meliputi enam bab dan 55 pasal. Regulasi ini menjadi dasar penting yang menyempurnakan koordinasi lintas kementerian dan lembaga agar pelaksanaan program berjalan efektif di lapangan.

Selain itu, Menko Pangan Zulkifli Hasan menegaskan bahwa pemerintah telah menyiapkan 13 regulasi turunan untuk mengoperasionalkan Perpres tersebut. Regulasi turunan tersebut meliputi percepatan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi, pemenuhan tenaga ahli gizi, serta pembangunan SPPG di wilayah 3T.

Aspek Krusial dalam Regulasi Pangan untuk MBG

1. Kewajiban Penggunaan Bahan Baku Lokal dari Koperasi

Pada dasarnya, regulasi pangan untuk MBG mewajibkan bahan baku berasal dari Koperasi Desa, BUMDes, UMKM, atau usaha dagang lain untuk menggerakkan ekonomi rakyat. Secara spesifik, regulasi ini menciptakan rantai pasok terintegrasi yang mengutamakan petani, peternak, dan nelayan di sekitar lokasi SPPG.

Sementara itu, koordinasi antara BGN dan pemerintah daerah menjadi krusial untuk memetakan sumber bahan baku dan menghubungkannya langsung dengan SPPG. Pendekatan ini sejalan dengan tujuan MBG untuk mendorong pemerataan ekonomi daerah melalui pemberdayaan usaha rakyat secara berkelanjutan.

2. Standar Keamanan Pangan dan Sertifikasi Wajib

Regulasi pangan untuk MBG mengharuskan setiap SPPG memiliki sejumlah sertifikasi guna menjamin keamanan makanan yang diproduksi setiap hari. Sertifikat wajib meliputi Laik Higiene dan Sanitasi dari Dinas Kesehatan, sertifikat air bersih, dan sertifikat HACCP untuk pengendalian titik kritis.

SPPG juga diwajibkan memasak makanan setelah pukul 00.00 dini hari dan menggunakan air galon untuk produksi. Ketentuan teknis ini menjaga mutu, kebersihan, dan kesegaran makanan bagi jutaan penerima manfaat di seluruh Indonesia.

3. Kapasitas Produksi dan Tenaga Ahli Gizi

Tidak kalah penting, regulasi pangan untuk MBG membatasi kapasitas produksi maksimal 2.500 porsi per SPPG yang terdiri dari 2.000 untuk peserta didik dan 500 untuk kelompok 3B. Dengan demikian, pembatasan ini memastikan setiap dapur beroperasi sesuai standar ketersediaan fasilitas dan sumber daya manusia.

Selanjutnya, setiap SPPG wajib memiliki ahli gizi sebagai tenaga kesehatan dengan kompetensi penuh dalam penyelenggaraan makanan bergizi. Regulasi membuka peluang bagi sarjana kesehatan masyarakat, teknologi pangan, dan keamanan pangan untuk mengatasi kekurangan ahli gizi di daerah.

4. Peran BPOM dalam Pengawasan Keamanan Pangan

Regulasi pangan MBG memberikan enam mandat penting bagi BPOM dalam pengawasan keamanan pangan di seluruh rantai penyediaan. Mandat meliputi edukasi SPPG, mitigasi risiko, sertifikasi dapur, investigasi cepat insiden, dan surveilans nasional berbasis risiko.

Lebih lanjut, BPOM menerapkan surveilans berbasis risiko dengan prioritas pada daerah yang memiliki riwayat keracunan dan sentra komoditas berisiko. Kolaborasi dengan Kemenkes, Badan Pangan Nasional, dan pemerintah daerah memastikan investigasi dan pengawasan berjalan efektif untuk melindungi penerima manfaat.

5. Penguatan Kelembagaan dan Digitalisasi Layanan

Regulasi pangan untuk MBG juga mengatur penguatan kelembagaan dengan menambah Unit Pelaksana Teknis berupa Kantor Pelayanan Pemenuhan Gizi di daerah. Arsitektur digital MBG menggunakan pendekatan by name by address untuk memastikan tepat sasaran penerima manfaat lewat integrasi data kependudukan dan geospasial.

Selanjutnya, pengelolaan data melibatkan Kementerian Komunikasi dan Digital, Bappenas, dan BSSN sebagai bagian dari SPBE dan Satu Data Indonesia. Sebagai solusi lengkap untuk mendukung implementasi regulasi, pusat alat dapur mbg menyediakan paket peralatan yang memenuhi standar sertifikasi SLHS dan HACCP sesuai Perpres 115/2025.

Kesimpulan

Mempertahankan regulasi pangan untuk MBG yang komprehensif merupakan kunci keberhasilan program dalam melindungi jutaan penerima manfaat dari risiko keracunan. Kombinasi bahan baku lokal, sertifikasi ketat, kapasitas terbatas, pengawasan BPOM, dan digitalisasi ciptakan ekosistem keamanan pangan.

Previous Post Next Post

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *